Seni Bertanya ketika Anak Malas Belajar

Ada kalanya anak malas belajar, malas mengerjakan pe er, tidak suka dengan guru, dan sebagainya. Jika itu terjadi, ada dialog yang bisa dilakukan agar anak kembali termotivasi. Bagaimana caranya?

Setiap orangtua pasti mendambakan pertemuan yang berkualitas dengan anaknya. Tapi bagaimana caranya? ‘Gaya bertanya’ ala Appreciative Inquiry ini bisa dicoba, karena sembari bertanya, orangtua bisa sekaligus membangun jiwa anak.

Setiap momen pertemuan dengan anak, sebisa mungkin memang digunakan sebaik-baiknya.

Bahkan kalau bisa, setiap percakapan diusahakan agar dapat sekaligus membangun jiwa anak. Meskipun tentu saja, dengan gaya percakapan yang nyaman untuk anak.

Nah, agar percakapan menjadi lebih membangun, pendekatan appreciative inquiry (AI) yang akhir-akhir ini berkembang di Indonesia, bisa dicoba. Yaitu melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang bisa membuat seseorang menjadi lebih positif.

Pendekatan ini sangat bagus diterapkan pada anak. Sebab, tidak hanya bisa membuat anak menyelesaikan sendiri persoalannya secara positif. Tapi juga membuatnya menjadi pribadi yang positif.

Kenapa anak sebaiknya menjadi positif? Menurut Budi Setiawan Muhamad, M.Psi, Ketua Divisi Riset & Konsultasi Lembaga Pengkajian &

Pengembangan Psikologi Terapan (LP3T) Fakultas Psikologi Unair, anak ibaratnya adalah bunga matahari.

Setiap bunga selalu berawal dari benih, dan ketika tumbuh selalu mengarah kepada matahari. Benih itu, adalah modal awal dia yang positif. Bisa jadi bakat, kekuatan, keunikan, karakter, kecerdasan, harapan dan sebagainya.

Nah, dalam mendidik anak, orangtua bisa berpegang pada sisi positif anak itu. Jadi ketika kita mengarahkannya, kita selalu bertolak dari sisi positif itu.

Menurut pendiri komunitas Indonesia Impian, komunitas yang menggagas berbagai metode untuk pengembangan bangsa dengan menggunakan Appreciative Inquiry ini, ada empat tahap percakapan yang berkualitas untuk anak.

Contohnya, adalah saat anak malas belajar, atau malas mengerjakan pe er. Tahap itu adalah:

*Discovery.

Orangtua harus menyadari sisi positif sang anak. Seandainya tidak, dia harus menggali sisi positif itu. Agar anak menyadari sisi positif itu, orangtua bisa melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat sang anak menggali dirinya sendiri.

Pernah nggak sih kamu menghadapi PR yang sangat sulit, tapi akhirnya bisa mengatasinya?

Ajak anak untuk mengingat ingat, dan kemudian bercerita. Begitu anak mengingat momen itu, gali lebih jauh. PR apa itu, apa saja kesulitannya, bagaimana dia mengatasinya, dan seterusnya.

Anak akhirnya tersadar bahwa dia bisa mengatasi kesulitan-kesulitannya itu, karena dia memiliki sisi positif tertentu. Sisi itu bergantung dari sang anak. Bisa saja karena kesabaran, keuletan, usaha dia untuk bertanya kepada teman, dan sebagainya.

Perkuat keyakinan anak, atau sadarkan anak. Misalnya dengan mengatakan: Nah, kamu pernah mengalami hal yang seperti ini, dan berarti kamu bisa mengatasinya

*Dream

Orangtua membantu anak membayangkan, apa yang dia inginkan untuk masa depannya. Baik dalam waktu panjang atau pendek.

Pancing anak untuk membayangkan sesuatu yang menyenangkan jika dia berhasil mengerjakan PR-nya dengan baik. Dalam AI, pertanyaan ini masuk ke dalam tahap dream, yaitu untuk memompa anak mencapai keinginannya.

Contohnya, kalau kamu berhasil mengerjakan pe er, kira-kira apa ya komentar dari guru?

Minta dia menggambarkan imajinasinya dengan jelas, apa jadinya jika PR-nya bagus. Mulai dari bagaimana senyum sang guru, komentarnya, dan sebagainya. Bebaskan impiannya, karena impian adalah salah satu pemompa semangat untuk mencapai cita-cita.

Design

Orangtua mengajak anak mendesain cara agar impiannya itu jadi kenyataan. Kembali ke kasus tadi, anak diajak berpikir, kira-kira bagaimana caranya agar itu terjadi.

Pada tahap ini ajak anak berdialog. Berdasarkan pengalamannya itu tadi, ajak anak berimajinasi untuk menghasilkan PR yang baik. Misalnya, belajar bareng dengan teman, berani bertanya pada guru, belajar sambil mendengarkan musik, dan sebagainya.

Jika percakapan berhenti karena anak susah mencari jalan keluar,

bisa saja orangtua menceritakan kembali pengalaman anak. Pilih yang kira-kira bisa membantu menyelesaikan permasalahannya di masa ini. Buatlah anak teringat kembali sisi positifnya.

Dan perhatikan, hindari menceritakan keberhasilan diri sendiri, agar anak mencontohnya. Sebisa mungkin, anak harus menggali ingatan akan keberhasilan dirinya sendiri.

Destiny

Orangtua mengajak anak untuk mencari sisi-sisi positif pada apa yang terjadi padanya. Sehingga sang anak bisa bersyukur. Orantua membantu anak untuk menyadari sendiri benih/sisi positif dari dirinya, sehingga dia bisa yakin bahwa dia bisa mengatasi masalah yang dia hadapi.

Ajak anak mensyukuri apa yang terjadi. Dan juga menerima kegagalan. Ini yang disebut tahap destiny.

Ketika kegagalan itu terjadi, jangan marah. Anda bisa mengajukan pertanyaan: Apa kira-kira yang bisa kita lakukan agar untuk ke depannya lebih berhasil?

Jangan terlalu mengungkit penyebab kegagalan, tapi petik pelajaran dari kegagalan yang lalu untuk masa depan. Bagaimana jika ada kekecewaan pada anak? Ajari anak untuk membuat pemakluman-pemakluman.

Contohnya, misalnya, sang anak berimajinasi agar si ibu guru tersenyum, namun pada kenyataannya tidak tersenyum. Coba ajak anak berpikir positif. Oh mungkin saja ibu guru sedang sakit gigi.

Kekecewaan pasti ada, dan ajak anak untuk menikmatinya. Analoginya, adalah ‘bagaimana mencari pelangi di tengah badai’.

Untuk membuat anak mempunyai sikap hidup yang positif itu, tentu saja butuh proses. Karena susah juga membuat anak bisa melakukannya dalam waktu semalam, setelah diajak berdialog.

Dampak dari dialog-dialog berpikir positif semacam ini, minimalnya adalah anak bisa belajar untuk bersyukur. Namun sisi maksimalnya, adalah apa yang dia inginkan tercapai, bahkan lebih.

Budi yakin, setiap orang bisa bersyukur. Dan ketika bersyukur, orang akan selalu bisa menemukan sisi positif-positif dari apapun yang terjadi pada dirinya. Dan ketika itu, dia akan bisa belajar untuk lebih baik lagi.*end

10 thoughts on “Seni Bertanya ketika Anak Malas Belajar

  1. hati-hati dengan kata yang kita gunakan: MALAS
    word create world
    mulailah dengan menanyakan apa yang menyenangkan bagi sang anak, mulailah membicarakan apa yang menyenangkan dilakukan bersama-sama orang tua
    identifikasi apa karakter unik anak kita
    terus bertanya apa yang terjadi di sekolah, apa yang membuat anak ingin ke sekolah, apa yang membuat anak tidak ingin ke sekolah
    bandingkan antara karakter unik anak kita dengan apa yang terjadi di sekolah
    carilah solusi dari perbandingan itu

    biarkan ke sekolah menjadi hak anak. bukan kewajiban anak
    percayalah anak itu suka belajar sebagaimana mereka suka bermain
    selama mereka nyaman dan tertantang dengan sekolah mereka
    mereka yang akan penuh semangat bersekolah
    ketika anak saya damai milih nonton daripada sekolah
    saya tidak melarang anak saya nonton dan memaksa ke sekolah
    ya sudah…..kalau gak sekolah ganti baju, dirumah saja, gak usah mainan sama temen2 disekolah
    dan tiba2 damai melompat dari kursi……sekolah sekolah aja
    keajaiban terjadi ketika kita percaya

  2. Well… sangat mencerahkan. Saya mendapakan banyak informasi.
    Oh ya, sekedar info sekarang juga sudah ada pendampingan dan pelatihan bisnis ala MINI MBA di http://www.konsultasibisnis.com . Cocok bagi ”putra mahkota”, calon manager dan direktur yang belum berlatar belakang MBA, termasuk ibu rumah tangga agar pembicaraan-nya dapat ”nyambung” dengan suami. Kata teman sich lebih membumi dan cepat belajarnya…

  3. saya ingin tau anak perempuan saya yang pertama jauh lebih pandai dari 2 orang anak lelaki saya yang berumur 6 dan 9 tahun. Ya Allah benar kah kata orang memang jauh bezanya mendidik anak perempuan tak sama dengan anak lelaki.

  4. perkenalkan saya seorang guru yang sedang tahap belajar… seringkali saya menjumpai siswa yang lambat belajar dan diikuti denga kemalasan…saya sudah berusaha dengan pendekatan agar dia termotivasi… tapi, masih belum menunjukkan perubahan.. akhirnya saya dilema, di satu sisi orang tua murid menginginkan anakny menjadi berubah lebih baik, tetapi sang anak tetap cuek.. mohon bimbingan apakah ada cara yang “jitu” agar anak termotivas untuk belajar… trims

  5. saya punya anak pertama,sekarang ini lagi bermasalah anaknya kalau ada masalah dipendam dihati sehingga dia kalau udah stres dadanya nyesek.perutnya gatal(itu waktu semester 1)untuk sekarang matanya yang sakit udah saya periksa mata ke 3 dokter semua mengatakan sehat matanya,dia sedang kesel dengan wali kelasnya yang selalu menghukum dia karena kejailannya’jadi semua nilai pelajarannya turun karena dia tidak mau belajar dikelas,bagaimana ya mas minta solosinya dong.thanks

Leave a comment